Penyelesaian Sengketa Pertanahan
Dalam Era Otonomi Daerah1
Oleh
Sarjita, S.H., M. Hum.2
Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang
bersifat agraris. berdasarkan konstitusi secara tegas meletakkan negara sebagai
pembela utama dan penerima amanat paling sah
dalam memastikan terpenuhinya kepentingan dan kesejahteraan, dan tentu
saja kedaulatan rakyat bagi petani dan warga pedesaan pada umumnya.3
Hal tersebut Nampak jelas tercermin dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang
menyatakan bahwa
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat". Untuk merealisasikan cita – cita sebut Negara
menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA).
Harus diakui bahwa uuPA merupakan "karya besar” yang
lahir pada tahun 1960 pada tahap awal penyelenggaraan negara, di tengah-tengah
konflik politik dan mendesaknya kebutuhan akan suatu undang-undang yang
diharapkan dapat memberi jaminan keadilan terhadap akses untuk memperoleh dan
memanfaatkan Sumber Daya Agraria (SDA)
UUPA yang terdiri dari 67 tersebut,
ternyata sebanyak 53 pasal mengatur tentang tanah.4 Pengaturan
substansi agraria selain tanah ditindaklanjuti dengan peraturan
perundang-undangan yang bersifat sektoral, seperti UUD No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, Jo. UU No. 19 Tahun 2004 tentang penetapan perpu Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan Menjadi Undang-Undang. UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Perbangan Jo. uu No. 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No.
30 Tahun 2004 tentang Perikanan, uu
No. 27 Tahun 27 tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, UU
No. 18 Tahun 2004 tentang perkbunan, Undang No. 07 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (SDA), dsbnya.
Di samping itu diterbitkan pula
undang-undang yang terkait dengan pengelolahan SDA. seperti UUD No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH), UU No. 15 Tahun 1997 tentang Transmigrasi, UU No. 4
Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman No. 15 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, UU No. 2l tahun 1997 Jo. UU No. 20 Tahun 2000 tentang BPHTB. Undang
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tantang Bangunan Gedung serta UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. berbagagi undang-undang sektoral tersebut tidak
lain diterbitkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pragmatis guna mengakomodasi
kepentingan ekonomi moder.
Realitas yang terjadi, pembentukan
berbagai undang-undang yang bersifat sektoral tersebut tidak berlandaskan pada
prinsip-prinsip UUPA. Bahkan dalam perkembangannya kedudukan UUPA didegradasi
menjadi UU yang bersifat sektoral yang hanya mengatur masalah pertanahan. Maria
S.W. Sumardjono,5 menyatakan bahwa “…..meskipun berbagai
undang-undang sektoral tersebut mengacu pada pasal 33 ayat (3) UUPA, namun
substasinya pada umumnya memuliki karakteriktik yangtiah untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”